Jumat, 16 Mei 2008

Cara Ngegaet Anak Asrama untuk Ngaji jadi Ngaji Nggak Bikin Bete.......


Jaman sekarang emang susah anak – anak diajak ngaji, ada – ada aja alasan ketika diajak ngaji ada yang alasan belajarlah n’ sok sibuklah.Huh....mungkin dunia ini akan kiamat ya!!! Gue pikir sich kita bisa kalau meluangkan dikit waktu untuk cari ilmu akhirat nggak cuma dunia doank.
Sekarang ada model ngaji yang unik yaitu dengan cara ngaji sambil ngemil, tapi ada tapinya he...he...waktu dengerin kita jangan asyik makan cemilan doank tapi serius dengerin isi ceramah. Boleh sich ngemil tapi tau aturannya donk, so saat kita sambil ngemil juga teling n’ otak kita juga fokus dengerin ceramah itu, toh isi ceramahnya baik untuk kita.
Di Asrama gue ngajinya model kayak gitu, jadi setiap bulan anak – anak Asrama disuruh iuran seikhlasnya, so nggak wajib hanya yang mau beramal. Di Asrama gue setiap malam jum’at ngadain pengajian, pertamanya sich nggak rutin karena peminatnya yang datang cuma sedikit. Alasannya sich selain membosankan juga nggak ada humornya. So setelah beberapa waktu cara dakwahnya diubah yaitu dengan adanya cemilan n’ acara pengajiannya nggak monoton itu – itu aja tetapi ada humornya, itupun tergantung yang mengisi dakwah. Mungkin cara ini sich pertamanya nggak baik, tetapi kalau kita lihat segi positifnya orang akan banyak yang datang kepengajian.
Gue mengatakan kayak gini karena punya alasan yaitu orang nggak mau nggaji karena alasan ketidakmampuan, ketidakmauan, n ‘ketidaktahuan. So kita bahas satu – satu dech dari 3 hal itu yang pertama yaitu ketidakmampuan; hem...pertama orang nggak mau ngaji sich paling banyak alasannya mereka tidak bisa baca alqu’an sebab biasanya sich sebelum ustad ngasich tausiyah, peserta yang ngaji disuruh baca alqur’an terlebih dahulu, so bagi yang nggak bisa baca ato bacanya nggak faseh merasa malu pada yang lain padahal bagi yang nggak bisa alloh justru melimpahkan pahala 2 kali lipatnya orang yang baik bacanya, Apa nggak murah hati tuh alloh. Maha Pengasih Banget kan, so jadi jangan malu dech.
Alasan kedua ketidakmauan ; alasan ini juga nggak kalah dari alasan yang pertama, justru malah lebih parah. Banyak anak – anak pada males klo diajak ngaji. Ya tau ndiri to alasannya, katanya sich membosankan soalnya ustadnya mooton. So bagi ustadnya mungkin lebih cari cara yang effectif kali ya misalnya dengan cemilan atau media modern seperti pakai laptop, kan nggak membosankan tuh tapi selain itu juga bisa humor biar nggak serius terus.
Alasan terakhir yaitu ketidaktahuan ; Kita sering tidak memperhatikan sesuatu hal yang penting bagi hidup kita baik dunia dan akhirat, karena kita tidak tahu pentingnya suatu hal itu. Jadi alasan terakhir ini merupakan penguat alasan gue, mengapa gue bilang boleh ada cemilan saat disela – sela ngaji ? yap karena itu kita perlu menggaet yang namanya peserta ngaji supaya mereka tahu, Apa sich gunanya ngaji itu ? Pertamanya emang begitu nggak ikhlas tetapi insyaalloh pasti selanjutnya akan ikhlas jika mereka tahu apa gunanya ngaji.
Itulah secercak uraian cerita singkat n’ cara dalam menggaet orang untuk memunculkan minat ngaji. So kita boleh berkreatif dalam dakwah

Rabu, 14 Mei 2008


DEMAM REUMATIK

1. Pengertian
Demam Reumatik merupakan suatu proses peradangan yang mengenai jaringan penyokong tubuh terutama persendian, jantung, pembuluh darah.
Demam Reumatik akut adalah suatu penyakit sistemik akut atau kronik yang dapat sembuh sendiri, oleh sebab yang jelas dan menimbulkan cacat pada katup jantung secara lambat ( Mansjoer, 2000 )

2. Etiologi
Demam Reumatik merupakan interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini erat hubungannya dengan ISPA oleh streptokokkus beta hemolitikus grup A.
Hubungan etiologi dengan demam reumatik adalah
a. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peningkatan kadar antibody terhadap streptokokus dapat diisolasi kuman streptokokkus beta hemolitikus grup A / keduanya.
b. Kejadian demam reumatik tinggi biasanya bersamaan dengan kejadian infeksi oleh kuman streptokokus beta hemolitikus yang tinggi.
c. Serangan demam reumatik dapat berulang bila penderita tidak mendapat pencegahan yang teratur yaitu dengan antibiotik.
Faktor Predisposisi
a. Faktor Herediter
b. Faktor Umum
c. Faktor Keadaan / Serangan terdahulu
d. Faktor Lingkungan
e. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
f. Iklim dan Geografi
g. Cuaca


3. Patofisiologi
Demam Reumatik yakni sebagai reaksi hipersensitivitas atau autoimun terhadap organisme streptokokus hemolitik grup A yang menyebabkan kerusakan pada jantung, persendian, kulit, dan sistem syaraf pusat. Infeksi pada awalnya ditandai dengan luka pada tenggorokan akan menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada katub mitral dan katub aorta.
Jaringan parut yang terbentuk pad saat penyembuhan meninggalkan stenosis pada katub. Peradangan juga dapat terjadi pada endokardium, miokardium, dan peri kardium.

4. Manifestasi Klinis
Stadium I
Stadium ini berupa adanya infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman streptococus beta-hemolyticus golongan A dengan keluhan demam, batuk, sakit menelan, kadang disertai muntah atau diare. Pada pemeriksan tonsil terdapat eksudat dan tanda-tanda peradangan lainnya. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Terjadinya infeksi ini 10-14 hari sebelum serangan demam reumatik.
Stadium II
Disebut periode laten ialah masa antara infeksi streptokok dengan permulaan gejala demam reumatik. Biasanya dalam waktu 1-3 minggu, kecuali korea yang timbul dalam 6 minggu atau beberapa bulan kemudian.
Stadium III
Ialah fase akut deman reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik demam reumatik. Gejala tersebut adalah gejala minor dan mayor. Gejala minor berupa gejala peradangan umum dengan didapatkannya demam tidak begitu tinggi, lesu, lekas tersinggung, berat badan menurun dan anoreksia. Anemia dijumpai sebagai akibat tertekannya sistem eritropoetik, bertambahnya volume plasma, memendeknya umur eritrosit dan adanya perdarahan dari hidung (epitaksis). Sakit sendi dan sekitarnya (artralgia) terutama setelah latihan dan menghebat bila dikompres panas.
Lima gejala mayor adalah sebagai berikut:
Poliartritis Migrans, berupa peradanagn sendi lebih dari satu, bersama-sama atau bergantian dan berpindah-pindah. Terutama menyerang sendi besar dengan tanda-tanda radang. Rasa nyeri begitu hebat sampai jika tersentuh selimut saja pasien tidak tahan.
Karditis, berupa peradangan aktif endokardium, miokardium, dan perikardium. Bila mengenai ketiga-tiganya disebut pankarditis. Gejala dini karditis adalah pucat, lesu, dan cepat lelah. Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena karditis akan meninggalkan gejala sisa berupa kerusakan katup jantung.
Korea sydenham atau korea minor ialah gerakan cepat, bilateral, tidak terkendali, dan tanpa tujuan. Sering disertai kelemahan otot. Hal ini sering dijumpai pada anak wanita sebelum masa pubertas. Korea dapat terjadi pada stadium akut maupun stadium inaktif dan 5% kasus demam reumatik merupakan gejala tunggal.
Eritema Marginatum, merupakan tanda patognomonik untuk demam reumatik pada kulit berupa bercak-bercak merah muda, berbentuk cincin pusat di tengahnya, pinggirnya berbatas tegas, tidak gatal tanpa indurasi, berpindah-pindah terutama di dada dan ekstrimitas (tidak pernah di muka).
Nodul Subkutan, berupa benjolan kecil yang terletak di bawah kulit, tidak keras dan tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran 3-10 mm. Umumnya terdapat pada daerah ektensor persendian terutama di siku, lutut, pergelanagn tangan dan kaki, daerah oksipital dan di atas prossesus spinosus vertebra torakalis dan lumbalis. Nodul ini timbul beberapa minggu setelah seranagn akut demam reumatik. Nodul sub kutan sering dianggap sebagai tanda prognosis yang buruk karena sering disertai karditis berat.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium, baik yang tunggal maupun kombinasi, belum memungkinkan diagnosis spesifik demam reumatik akut. Pemeriksaan laboratoreium / penunjang pada diagnosis demam reumatik akut dibagi atas tiga golongan. Golongan pertama meliputi uji radang golongan akut, yakni reaktan fase akut. Golongan kedua adalah uji bakteriologis dan seriologis yang membuktikan infeksi streptokokus sebelumnya. Golongan ketiga meliputi pemeriksaan radiologis, elektrokardiografi, dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.
Uji laboratorium dan diagnostik
- Ekokardiografi untuk mendiagnosis perikarditis
- Perikardiosentris untuk mendiagnosis perikarditis
- Pemeriksaan Foto toraks untuk mendeteksi kardiomegali
- EKG mengetahui adanya blok atrioventrikuler ( AV ) dan pemanjangan segmen PR terdapat pada karditis
- Titer antibodi antihialuronidase ; meningkat bila ada antibodi streptokokus
- Streptozim ; sebuah uji antibodi streptokokus dapat dilakukan sebagai ganti titer ASO
- Laju endap darah ( LED ) ; meningkat pada peradangan
- Protein C- reaktif ; meningkat pada peradangan
- Jumlah leukosit ; meningkat pada infeksi
- Hasil pemeriksaan diagnostik yaitu biasanya ada riwayat infeksi saluran nafas atas dan gejalanya, positif antistreptolysin titer 0, positif streptozyme, positif anti uji DNAase B, meningkatnya anti hyaluronidase, meningkatnya sedimen sel darah merah ( eritrosit ), fotorontgen menunjukkan pembesaran jantung, elektrokardiogaram menunjukkan arrhtythmia E, echocardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi.

6. Penatalaksanaan
a Umumnya semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring

Status karditis
Penatalaksanaan
1
Tidak ada karditis
Tirah baring selama 2 minggu dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 2 minggu
2
Karditis, tidak ada kardiomegali
Tirah baring selama 4 minggu dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 4 minggu
3
Karditis, dengan kardiomegali
Tirah baring selama 6 minggu dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 6 minggu
4
Karditis, dengan gagal jantung
Tirah baring ketat selama masih ada gejala gagal jantung dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 3 bulan
a Eradikasi streptokokus dan pencegahan sekunder
No
Pengobatan faringitis
( pencegahan primer )
Pencegahan infeksi
( pencegahan sekunder )
1
Penisilin benzatin G im :
a. BB < 30 kg : 600.000 –
900.000 U
b. BB ≥ 30 kg : 1.200.000 U
Diberikan 1x
Penisilin benzatin G im :
a. BB < 30 kg : 600.000 –
900.000 U
b. BB ≥ 30 kg : 1.200.000 U
Diberikan 3 – 4 minggu
2
Penisilin V oral 3 – 4 x 250 mg ( 10 hari )
Penisilin V oral 2 x 250 mg ( 10 hari )
3
Eritromisin 40 mg/ kg BB/ hari dibagi dalam 2 – 4 dosis ( 10 hari )
Eritromisin 40 mg/ kg BB/ hari dibagi dalam 2 – 4 dosis
4

Sulfa diazin :
a. BB < 30 kg : 1 x 0,5 g/ hari
b. BB ≥ 30 kg : 1 x 1 g/ hari
Sebagai pencegahan sekunder, pasien tanpa karditis diberikan profilaksis minimal 5 tahun sesudah serangan terakhir, sekurangnya sampai usia 18 tahun. Pasien dengan keterlibatan jantung dilakukan pencegahan setidaknya sampai usia 25 tahun
a Pengobatan analgesik dan antiradang
No
Manifestasi klinis
Pengobatan
1
Artralgia
Hanya analgesik ( misal : asetaminofen )
2
Artritis
Salisilat 100 mg/ kgBB/ hari selama 2 minggu dan 25 mg/ kgBB/ hari selama 4 – 6 minggu
3
Karditis
Prednisolon 2 mg/ kgBB/ hari selama 2 minggu, tapering off 2 minggu ; salisilat 75 mg/ kgBB/ hari pada minggu ke dua, dilanjutkan selama 6 minggu
a Pengobatan karditis. Digitalis umumnya digoksin, diberikan pada pasien dengan karditis berat dan gagal jantung. Dosis digitalis total 0,04 – 0,06 mg / kgBB, dosis maksimum 1,5 mg. Untuk perawatan digunakan 1/3 – 1/5 dosis digitalis total dua kali sehari
a Pengobatan korea. Pasien korea yang ringan umumnya hanya memerlukan tirah baring. Pada kasus yang lebih berat, obat antikonvulsan dapat mengendalikan korea. Obat yang sering digunakan adalah fenobarbital 15 – 30 mg tiap 6 – 8 jam dan haloperidol dimulai dengan dosis rendah ( 0,5 mg ) kemudian dinaikkan sampai 2 mg tiap 8 jam.

post partum blues


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP DASAR POSTPARTUM BLUES


A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya.
Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues.


B. Pengertian Postpartum Blues
Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai ‘milk fever ‘ karena gejala
disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan.
Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya. Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.

C. Etiologi Postpartum Blues
Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah:
1. Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin
dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara bermakna setelah melahirkan, ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase. Yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun serotonin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi
2. Faktor demografik yaitu umur dan paritas
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
4. Takut kehilangan bayi, bayi sakit ( kuning, dll )
5. Takut untuk memulai hubungan suami istri ( ML ), anak akan terganggu.
6. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti; tingkat
pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung.

D. Gejala Klinis Postpartum blues
Gejala – gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya
sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau makan, tidak mau bicara, sakit kepala
sering berganti mood, mudah tersinggung ( iritabilitas ),merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah, khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja Anda lahirkan , insomnia yang berlebihan. Gejala – gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.
Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.

E. Pemeriksaan Penunjang Postpartum Blues
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.

F. Penatalaksanaan Postpartum Blues
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘ berjuang ‘ sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya
Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru
Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.


G. Asuhan keperawatan pada pasien Pasien Postpartum Blues
1. Pengkajian

Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut.
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.
Pengkajiannya meliputi ;
1. Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri ( Konrad, 1987 ). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal – hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan ( misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar ), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
2. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya.
Perasaan – perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
3. Interaksi Orang tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu.
Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda – tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.
4. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas – tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi.
Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.
5. Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak – anak lain.
Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 ) Adalah :
1. Aktivitas / istirahat
Insomnia mungkin teramati.
2. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
3. Integritas Ego
Peka rangsang, takut / menangis ( " Post partum blues " sering terlihat
kira – kira 3 hari setelah kelahiran ).
4. Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
5. Makanan / cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari – hari ke-3.
6. Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai
ke-5 pascapartum.
7. Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira
– kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi ( misalnya ; rekumben versus ambulasi berdiri ) dan aktivitas ( misalnya ; menyusui ). Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimula


2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues menurut Marilynn E.Doenges ( 2001 ) Adalah :
1. Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,edema
/ pembesaran jaringan atau distensi, efek – efek hormonal.
2. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu.
3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi
regulator ( misalnya ; hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia ), efek – efek anestesia ; tromboembolisme ; profil darah abnormal ( anemia, sensitivitas rubella, inkompabilitas Rh )
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan
kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, malnutrisi.
5. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek – efek hormonal (
perpindahan cairan / peningkatan aliran plasma ginjal ), trauma mekanis, edema jaringan, efek – efek anestesia.
Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan / penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebihan ( muntah, diaforesis, peningkatan haluaran urin, dan kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi )
Risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan
perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan penggantian cairan, efek – efek infus oksitosin.
Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot ( diastasis recti ),
efek – efek progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anestesia, nyeri perineal / rectal.
Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan
kurang dukungan diantara / dari orang terdekat, kurang pengetahuan, ketidakefektifan dan tidak tersedianya model peran, harapan tidak realistis untuk diri sendiri / bayi / pasangan, tidak terpenuhinya kebutuhan maturasi sosial / emosional dari klien / pasangan, adanya stresor ( misalnya ; finansial, rumah tangga , pekerjaan )
10. Risiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis
maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua ( atau melepaskan untuk adopsi ), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
11. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan
psikologis ( sangat gembira, ansietas, kegirangan ), nyeri / ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
12. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
13. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.


3. Perencanaan Keperawatan
1. Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,edema
/ pembesaran jaringan atau distensi, efek – efek hormonal.
Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi
ketidaknyamanan.
Intervensi Keperawatan :
Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi
Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran
Rasional : Memberi anestesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi, dan mengurangi edema dan vasodilatasi.
Berikan kompres panas lembab ( misalnya ; rendam duduk / bak mandi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomi
Rasional : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres dan tekanan langsung pada perineum.
Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui
Rasional : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain paling hebat karena pelepasan oksitosin.
2. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang proses / situasi menyusui,mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.
Intervensi Keperawatan :
Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.
Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga
Rasional : Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil.
Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor – faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui
Rasional : Membantu menjamin supli susu adekuat, mencegah putting pecah dan luka, memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.
Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik – teknik menyusui
Rasional : Posisi yang tepat biasanya mencegah luka putting, tanpa memperhatikan lamanya menyusu.
Identifikasi sumber – sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi ; misalnya ; progam Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA )
Rasional : Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional.
3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi
regulator ( misalnya ; hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia ), efek – efek anestesia ; tromboembolisme ; profil darah abnormal ( anemia, sensitivitas rubella, inkompabilitas Rh )
Tujuan : mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan faktor – faktor risiko / melindungi diri, bebas dari komplikasi.
Intervensi Keperawatan :
Tinjau ulang kadar hemoglobin ( Hb ) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan
Rasional : Anemia atau kehilangan darah mempredisposisikan pada sincope klien karena ketidakadekuatan pengiriman oksigen ke otak.
Catat efek – efek magnesium sulfat ( MgSO4 ), bila diberikan
Rasional : Tidak adanya refleks patela dan frekuensi pernafasan dibawah 12x / mnt menandakan toksisitas dan perlunya penurunan atau penghentian terapi obat.
Inspeksi ekstrimitas bawah terhadap tanda – tanda trombloflebitis ( misalnya ; kemerahan, kehangatan, nyeri tekan )
Rasional : Peningkatan produk split fibrin ( kemungkinan pelepasan dari sisi placenta ), penurunan mobilitas, trauma, sepsis, dan aktivasi berlebihan dari pembekuan darah setelah kelahiran memberi kecenderungan terjadinya tromboembolisme pada klien.
Evaluasi status rubella pada grafik pranatal
Rasional : Membantu efek – efek teratogenik pada kehamilan selanjutnya.
Concent untuk vaksinasi setelah meninjau ulang efek samping, risiko – risiko, dan perlunya untuk mencegah konsepsi selama 2-3 bulan setelah vaksinasi
Rasional : Periode inkubasi 14-21 hari, anafilaktik alergi atau respon hipersentifitas dapat terjadi.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan
kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, malnutrisi.
Tujuan : mendemonstrasikan teknik – teknik untuk menurunkan risiko / meningkatkan penyembuhan, menunjukkan luka yang bebas dari drainase purulen, bebas dari infeksi ; tidak febris ; dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
Intervensi Keperawatan :
Kaji catatan pranatal dan intrapratal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini, persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya plasenta
Rasional : Membantu mengidentifikasi faktor – faktor risiko yang dapat mengganggu penyembuhan dan kemunduran pertumbuhan epitel jaringan endometrium.
Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi ; catat tanda – tanda menggigil, anoreksia atau malaise
Rasional : peningkatan suhu mengidentifikasikan terjadinya infeksi.
Inspeksi sisi perbaikan episiotomi setiap 8 jam
Rasional : Diagnosis dini dari infeksi lokal dapat mencegah penyebaran pada jaringan uterus.
Kaji terhadap tanda – tanda infeksi saluran kemih
Rasional : Gejala ISK dapat tampak pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum karena naiknyainfeksi traktus dari uretra ke kandung kemih.
Anjurkan perawatan perineal dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari atau setelah berkemih / defekasi
Rasional : Pembersihan sering dari depan ke belakang ( simfisis pubis ke area anal ) membantu mencegah kontaminasi rectal memasuki vagina atau uretra.
Hubungi agensi – agensi komunitas yang tepat, seperti pelayanan perawat yang berkunjung, untuk evaluasi diet, progam antibiotik, kemungkinan komplikasi, dan kembali untuk pemeriksaan medis
Rasional : Adanya infeksi pascapartum membuat klien lemah sehingga membutuhkan banyak istirahat, pemantauan yang ketat, dan bantuan pemeliharaan rumah dan perawatan diri.
5 Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek – efek hormonal (
perpindahan cairan / peningkatan aliran plasma ginjal ), trauma mekanis, edema jaringan, efek – efek anestesia.
Tujuan : Berkemih tidak dibantu dalam 6-8 jam setelah kelahiran, mengosongkan kandung kemih setelah berkemih.
Intervensi Keperawatan :
Kaji masukan dan haluaran urin terakhir
Rasional : Pada periode pascapartal awal, kira – kira 4 kg cairan hilang melalui haluaran urin dan kehilangan tidak kasat mata, termasuk diaforesis.
Perhatikan adanya edema atau laserasi / episiotomi, dan jenis anestesi yang digunakan
Rasional : Trauma kandung kemih atau uretra, atau edema, dapat mengganggu berkemih ; anestesia dapat mengganggu sensasi penuh pada kantong kemih.
Instruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek – efek anestesia berkurang
Rasional : Lakukan latihan kegel 100 kali per hari meningkatkan sirkulasi pada perineum, membantu menyembuhkan dan memulihkan tonus otot pubokoksigeal, mencegah atau menurunkan inkontinens stres.
Anjurkan minum 6 sampai 8 gelas cairan perhari
Rasional : Membantu mencegah stasis dan dehidrasi dan mengganti cairan yang hilang waktu melahirkan.
Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan / penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebihan ( muntah, diaforesis, peningkatan haluaran urin, dan kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi )
Tujuan : Tetap normotensif dengan masukan cairan dan haluaran urin seimbang, dan Hb / Ht dalam kadar normal.
Intervensi Keperawatan :
Catat kehilangan cairan pada waktu kelahiran ; tinjau ulang riwayat intra partal
Perhatikan adanya rasa haus ; berikan cairan sesuai toleransi
Evaluasi masukan cairan dan haluaran urin selama diberikan infus I.V., atau sampai pola berkemih normal terjadi
Berikan cairan yang hilang dengan infus I.V. yang mengandung elektrolit
Rasional : Membantu menciptakan volume darah sirkulasi dan menggantikan kehilangan karena kelahiran dan diaforesis.
7. Risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan
perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan penggantian cairan, efek – efek infus oksitosin.
Tujuan : Menunjukkan TD dan nadi dalam batas normal, bebas dari edema dan gangguan penglihatan, dengan bunyi nafas bersih.
Intervensi Keperawatan :
Tinjau ulang terhadap riwayat hipertensi karena kehamilan ( HKK ) pranatal dan intrapartal, perhatikan peningkatan TD, proteinuria, dan edema
Rasional : Membantu menentukan kemungkinan komplikasi serupa yang menetap / terjadi pada periode pascaprtum.
Pantau masukan dan haluaran urin ; ukur berat jenis
Rasional : Menandakan kebutuhan cairan / keadekuatan terapi.
Kaji adanya, lokasi, dan luasnya edema
Rasional : Bahaya eklamsia atau kejang ada selama 72 jam, tetapi dapat terjadi secara aktual selambat – lambatnya 5 hari setelah kelahiran.
Kolaborasi dalam pemberian furosemid sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan haluaran urin dan menghilangkan edema pulmonal.
8. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot ( diastasis recti ),
efek – efek progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anestesia, nyeri perineal / rectal.
Tujuan : Melakukan kembali kebiasaan defekasi yang biasanya / optimal dalam 4 hari setelah kelahiran.
Intervensi Keperawatan :
Auskultasi adanya bising usus ; perhatikan kebiasaan pengosongan normal atau diastaksis rekti
Rasional : Mengevaluasi fungsi usus
Kaji terhadap adanya hemoroid
Rasional : Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan gatal dan ketidaknyamanan, dan meningkatkan vasokonstriksi lokal.
Anjuran peningkatan tingkat aktifitas dan ambulasi, sesuai toleransi
Rasional : Membantu meningkatkan peristaltik gastrointestinal.
Kolaborasi dalam pemberian laksatif, pelunak feses, supositoria, atau enema
Rasional : Mungkin perlu untuk meningkatkan kembali ke kebiasaan defekasi normal dan mencegah mengejan atau stres perinal selama pengosongan.
9. Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan
kurang dukungan diantara / dari orang terdekat, kurang pengetahuan, ketidakefektifan dan tidak tersedianya model peran, harapan tidak realistis untuk diri sendiri / bayi / pasangan, tidak terpenuhinya kebutuhan maturasi sosial / emosional dari klien / pasangan, adanya stresor ( misalnya ; finansial, rumah tangga , pekerjaan )
Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat, mengidentifikasi sumber – sumber.
Intervensi Keperawatan :
Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang budaya
Rasional : Mengidentifikasi faktor – faktor risiko potensial dan sumber – sumber pendukung, yang mempengaruhi kemampuan klien / pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang tua.
Perhatikan respons klien / pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua
Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien / pengalaman selama kanak – kanak
Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran.
Tinjau ulangf catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan, adanya komplikasi, dan peran pasangan pada persalinan
Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif mempengaruhi menyusui.
Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi pranatal, intranatal, atau pascapartal
Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien.
Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai indikasi
Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti bayi yang diharapkan.
Pantau dan dokumentasikan interaksi klien / pasangan dengan bayi
Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang bermakna pada pertama kali ; selanjutnya , mereka dikenalkan pada bayi secara bertahap.
Anjurkan pasangan / sibling untuk mengunjungi dan menggendong bayi dan berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin
Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa.
Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara klien / pasangan dan bayi tidak terjadi
Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.
10. Risiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis
maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua ( atau melepaskan untuk adopsi ), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber – sumber yang tepat sesuai kebuuhan.
Intervensi Keperawatan :
Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan.
Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminin dan keunikan fungsi feminin serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan menyusui.
Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran
Rasional : Membantu klien / pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas realitas dari pengalaman fantasi.
Kaji terhadap gejala depresi yang fana ( " perasaan sedih " pascapartum ) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum ( misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau berat )
Rasional : Sebanyak 80 % ibu – ibu mengalami depresi sementara atau perasaan emosi kecewa setelah melahirkan.
Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem pendukung, dan rencana untuk bantuan domestik pada saat pulang
Rasional : Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stres.
Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir
Rasional : Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan secara insting tetapi harus dipelajari
Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu – raguan tentang kemampuan menjadi orang tua
Rasional : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepat.
Kolaborasi dalam merujuk klien / pasangan pada kelompok pendukungan menjadi orang tua, pelayanan sosial, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung
Rasional : Kira – kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala – gejala yang menetap sampai 1 tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
11. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan
psikologis ( sangat gembira, ansietas, kegirangan ), nyeri / ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat.
Intervensi Keperawatan :
Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat
Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit, khususnya bila ini terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan.
Kaji faktor – faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat
Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan menurunkan rangsang.
Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah kembali kerumah
Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Berikan informasi tentang efek – efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI
Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI , dan penurunan refleks secara psikologis.
Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota keluarga lain
Rasional : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi kebutuhannya.
12. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan – alasan untuk tindakan.
Intervensi Keperawatan :
Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan klien
Rasional : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung jawab tugas dan aktifitas – aktifitas perawatan diri / perawatan bayi.
Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar
Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat untuk membantu pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi.
Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan fisiologis
Rasional : Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan, dan berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional.
Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi
Rasional : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metoda kontrasepsi dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan sebelum kunjungan minggu ke-6
13. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas – tugas yang mengarah pada kerja sama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
Intervensi Keperawatan :
Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain
Rasional : Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap – tahap perkembangan.
Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi
Rasional : Fleksibilitas dan sensitifitasi terhadap kebutuhan keluarga membantu mengembangkan harga diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang.
Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode pascapartum
Rasional : Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka alami, menurunkan stres dan meningkatkan koping positif.
Berikan informasi tertulis mengenai buku – buku yang dianjurkan untuk anak – anak ( sibling ) tetang bayi baru
Rasional : Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan kemungkinan penggantian atau penolakan.
Kolaborasi dalam merujuk klien / pasangan pada kelompok orang tua pascapartum di komunitas
Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan perkembangan anak.


4. Pelaksanaan Keperawatan
Menurut Doenges (2000) implementasi adalah perawat mengimplementasikan intervensi-intervensi yang terdapat dalam rencana perawatan. Menurut Allen (1998) komponen dalam tahap implementasi meliputi tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan respon pasien terhadap asuhan keperawatan.


5. Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil akhir yang ditetapkan yaitu meliputi ;
kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan dipertahankan.Ibu dan keluarga akan mengembangkan koping yang efektif
Setiap anggota keluarga akan melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat.
Perawat dapat yakin bahwa perawatan berlangsung efektif jika kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi masalahnya secara efektif, dan setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan dan perkembangan yang sehat.


BAB III
KESIMPULAN

  1. Postpartum blues yaitu suatu perasaan bercampur aduk
  2. Banyak penyebab terjadinya postpartum blues yaitu
  3. Orang dikatakan mengalami postpartum blues jika mengalami gejala – gejala sebagai berikut
  4. Penderita postpartum dapat dideteksi melalui skrinning yaitu dengan kuisioner yang berupa pertanyaan tentang rasa cemas
  5. Penanganan pada post partum blues ini bermacam – macam caranya
  6. Asuhan keperawatan pada pasien postpartum blues pada dasarnya harus holistik yaitu menyeluruh dari bio-psiko-sosio-spiritual dan melibatkan orang tua si anak yaitu ayah dan ibu sia anak


















    .




Senin, 12 Mei 2008

Kaki Gajah



Filariasis atau dikenal sebagai kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan cacing filaria dan ditularkan melalui nyamuk. Dilihat dari namanya, banyak orang mengira manifestasi klinis menahun penyakit itu berbentuk pembesaran kaki, padahal hal itu juga bisa terjadi pada organ tubuh lain, termasuk alat kelamin. Ciri – ciri cacing itu antara lain ; cacing dewasa ( makrofilaria ) bentuknya seperti benang putih kekuningan, sedangkan larva cacing filaria ( mikrofilaria ) berbentuk seperti benang putih. Makrofilaria jantan dan betina hidup disaluran dan kelenjar limfe. Pada malam hari, mikrofilaria terdapat dalam jaringan darah tepi, dan siang hari mikrofilaria ada dikapiler alat – alat dalam seperti paru – paru, jantung dan hati.
Siklus hidup filaria pada tubuh nyamuk terjadi jika nyamuk itu menggigit dan menghisap darah penderita filariasis sehingga mikrofilaria di tubuh pasien ikut terhisap ke badan nyamuk. Mikrofilaria lalu menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot dada. Pada stadium tiga, gerak larva sangat aktif sehingga mulai pindah dari rongga perut, kepala, dan ke alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk pembawa mikrofilaria ini menggigit manusia, mikrofilaria berbentuk larva infektif itu masuk ke tubuh manusia bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Setelah dewasa, cacing filaria akan menyumbat pembuluh limfe sehingga menyebabkan pembengkakan misalnya pada kaki dan tangan. Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit ini ketika digigit nyamuk infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium tiga ( L3 ).
Gejala – gejala klinisnya ada dua yaitu gejala klinis akut dan kronis
Gejala klinis akut yang tampak biasanya demam berulang – ulang, pembengkakan kelenjar getah bening sampai terlihat didaerah liputan paha, sementara ketiak tampak kemerahan, panas dan sakit. Selain itu, terjadi pembesaran organ tubuh seperti tungkai, lengan, payudara, buah zakar ( testis ) terlihat agak kemerahan dan terasa panas.
Gejala klinis kronis berupa pembesaran menetap pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar. Jadi, penderita penyakit ini tidak mesti mengalami pembengkakan pada bagian kaki melainkan bisa juga pada bagian tubuh lain. Jika tidak segera diobati, pembesaran terus terjadi hingga membentuk jaringan ikat dan menimbulkan kecacatan menetap beberapa tahun kemudian
Badan Kesehatan Dunia ( WHO ) menyatakan lebih dari 120 juta orang diseluruh dunia telah terinfeksi penyakit kaki gajah dan sekitar 40 juta penduduk menderita diantaranya mengalami kecacatan menetap. Selain itu lebih dari satu miliar orang berada didaerah endemis penyakit itu. Di negara – negara tropis maupun sub tropis. Tempat penyakit ini banyak ditemukan prevalensi infeksinya terus – menerus meningkat.
Pencegahan biasanya dilakukan dengan penggunaan selambu pada tempat tidur, penggunaan obat anti nyamuk atau obat nyamuk, ventilasi jendela yang dipasang selambu, pembersihan tempat penampungan air dan kolam yang biasanya sebagai habitat nyamuk, dan pengairan genangan – genangan air.
Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan itu dilakukan dengan pengambilan darah pada jari penderita pada saat malam hari. Saat itu cacing berada di jaringan darah tepi.
Obat yang dipakai yaitu DEC ( Dietil Carbomazine Citrate ) karena efektif, aman dan relatif. Obat ini merupakan obat pembunuh mikrofilaria dan makrofilaria ( cacing dewasa ).